Sabtu, 08 November 2008

Rumah tanpa listrik


Memang, Jepang patut diacungi jempol. Paling tidak untuk konsep awal sebuah generasi baru rumah ramah lingkungan yang memadukan tradisi Jepang, teknologi serta pemikiran untuk berkontribusi dalam menangani pemanasan global.

Jepang sudah bermimpi, rumah ini akan menjadi rumah masa depan yang peduli bumi. Semua energi dalam Zero Emission House yang digunakan untuk 'menghidupkan' rumah, berasal dari alam. Penerangan serta pendingin atau penghangat ruangan, misalnya, tak memerlukan listrik dari luar sehingga kita tidak perlu lagi membayar listrik dan menimbulkan pencemaran karena pembangkit yang menggunakan BBM.

Konsep Zero Emission House ini diperkenalkan secara khusus kepada Indonesia melalui Indonesia-Japan Expo 2008 yang diselenggarakan oleh surat kabar nasional Kompas dan surat kabar Nikkei dari Jepang dari tanggal 1-9 November di JIexpo Kemayoran Jakarta.

Chief Officer Coordination and Management Division Energy and Environment Technology Center NEDO, Mitsuhiro Yamazaki, mengatakan Zero Emission House yang dikembangkan oleh The New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) baru saja diluncurkan dalam KTT G8 di Hokkaido Toyaka medio tahun ini. NEDO baru membuat satu unit prototipe rumah ini di distrik Ibaraki.

Dari alam dan ramah untuk alam

Energi yang menghidupkan rumah pun tak satupun yang memerlukan listrik dari luar. Semua diusahakan sendiri oleh sistem panel surya dan pembangkit listrik tenaga angin skala kecil.

Energi matahari diserap oleh panel surya yang dipasang di atap. Lalu energi tersebut disimpan di baterai dan diolah menjadi listrik oleh power supply. Kapasitas penyimpanan baterai lithium mencapai 6.000 watt.

"Jadi ketika seminggu tidak ada matahari, tetap ada tenaga cadangan," ujar salah satu penjaga stan NEDO.

Namun, energi matahari bisa saja meredup berminggu-minggu ketika musim hujan atau dingin di Jepang. Hal itu tak masalah, karena rumah dapat memperoleh energi dari pembangkit listrik tenaga angin berbentuk baling-baling dengan sistem penyimpanan yang sama di baterai dan power supply.

"Hemat energi banget. Jadi kita nggak usah bayar listrik lagi deh di masa depan karena listriknya dari matahari. Matahari kan gratis," ujar penjaga stan tersebut kepada sejumlah siswa SDN Pondok Pinang 12 Pagi Jakarta Selatan yang berkunjung melihat miniatur rumah ramah lingkungan tersebut.

Energi yang disimpan dan diolah menjadi listrik itu akhirnya mampu memanaskan air dan menghidupkan alat penerangan berteknologi OLED yang cahayanya mirip dengan cahaya alam. Jika cahaya bohlam hanya sekitar 10 persen dari cahaya alam. Teknologi OLED mencapai 70 persen. Selain itu, rumah ramah lingkungan nol emisi ini mengupayakan pula sistem pencahayaan mirror duct.

Cahaya dari luar dimanfaatkan untuk penerangan ruangan pada siang hari. Tak hanya teknologi elektriknya, dari segi fisik, rumah ini dibangun dari semen daur ulang yang disebut Eco-cement. Mutu semen sisa pembakaran limbah sampah kota ini dinilai hampir sama dengan semen biasa.

Material perabot rumahnya pun berasal dari bahan kayu sisa pembongkaran bangunan dan hasil penjarangan yang diolah dan direkatkan dengan lem ramah lingkungan dari tannin (di kulit kayu dan daun). Dindingnya pun dilengkapi dengan papan insulasi panas hibrida yang membuat panas terik matahari tidak berpengaruh terhadap suhu di dalam rumah. Teknologi ini membuat rumah tetap adem dan nyaman.

Masih mahal

amun, Yamazaki mengakui investasi prototipenya di Ibaraki masih mencapai angka 100 juta yen atau sekitar Rp 9-10 milyar. Saat ini, Jepang sedang berupaya mengembangkannya di Ibaraki dengan memaksimalkan perpaduan teknologi lingkungan, teknologi konservasi energi dan teknologi energi terbarukan.

"Supaya makin murah, bisa dipakai (banyak orang) dan tetap menjadi solusi ramah lingkungan," ujar Yamazaki.

Senin, 27 Oktober 2008

Light Blossom, lampu jalan yang cerdas dan hemat energi

Light Blossom hasil desain Philips Electronics, menggunakan lampu LED sebagai sumber cahayanya. Dengan sistem kecerdasan buatan yang dicangkokkan ke dalamnya, Light Blossom bisa memberikan pencahayaan yang terang ketika ada orang yang berjalan mendekatinya dan menurunkan pencahayaannya ketika tidak ada lagi orang di sekitarnya.

Dengan sistem tersebut, efisiensi energi pun bisa dicapai optimal dan bahkan bisa digunakan untuk lokasi yang tidak ada jaringan listriknya, dengan menyimpan energi surya dan angin sepanjang siang untuk dipergunakan di malam harinya.

Pada kodisi dimana cuaca mendung dan angin bertiup kencang, secara otomatis Light Blossom mengubah posisi mahkota bunganya menjadi tegak dan terbuka untuk menangkap angin. Ketika mahkota bunganya sudah berputar, maka rotor yang terpasang di dalam Light Blossom juga akan berputar menggerak generator dan menghasilkan listrik.

Light Blossom juga mempunyai kemampuan untuk menentukan kondisi mana yang terbaik baginya untuk menyimpan energi. Bahkan energi yang sudah tersimpan pun bisa dilihat di bagian batangnya dengan lampu dekoratif sebagai indikatornya.

Ketika matahari terbenam, secara otomatis Light Blossom akan menyalakan lampu LED-nya. Philips juga menjelaskan bahwa dengan mengarahkan LED ke bawah, dijamin tidak ada polusi cahaya yang mengurangi pandangan mata untuk melihat bintang di langit. Philips juga mengklaim bahwa energi yang dibutuhkan hanya setengah dari lampu penerangan jalan biasa. Masyarakat pedesaan juga bisa menggunakannya karena tidak diperlukan infrastruktur khusus. Bahkan kelebihan energi yang dihasilkannya bisa dialirkan kembali ke jaringan listrik yang ada.

Kamis, 18 September 2008

Batu bata surya

Solar Brick, nama produk modul surya yang dibuat oleh Sunrise Solar Corp, berlokasi di San Antonio, Texas, adalah produk modul surya yang dibuat berbentuk batu bata. Modul surya tersebut terdiri dari sel surya berteknologi maju, peralatan penyimpanan energi, dan desain sistem pencahayaan untuk menghasilkan warna-warna tertentu yang sangat terang dan mengelilingi modul berbentuk batu bata. Sel surya yang digunakan bertipe kristalin silikon dengan tegangan 2 Volt dan 500mA untuk setiap selnya. Media penyimpan energinya menggunakan baterai Ni-MH dengan karakteristik mampu beroperasi di suhu tinggi dengan tegangan 1,2Volt / 4.000mAH. Untuk mendapatkan pencahayaan yang sangat jelas dan terang, Sunrise Solar Corp menggunakan 12 buah LED dengan bahan boro-silikon. Desain berbentuk batu bata tersebut menjadikan Solar Brick mudah untuk diintgrasikan selama pembangunan gedung maupun infrastruktur lainnya. Menurut Sunrise Solar Corp, produk terbaru yang dikembangkannya tersebut bisa diaplikasikan di banyak tempat, seperti pencahayaan landasan udara di daerah terpencil, pencahayaan bangunan, lampu keselamatan serta pencahayaan yang bersifat dekoratif.

Jumat, 12 September 2008

Pembangkit listrik biomassa terbesar

Gerda Verburg, menteri pertanian, lingkungan dan kualitas pangan Belanda, belum lama ini meresmikan pembangkit listrik biomassa terbesar di dunia yang menggunakan bahan baku kotoran ayam.

Proyek senilai € 150 juta dimiliki dan dioperasikan oleh beberapa perusahaan, yaitu Delta, ZLTO, Austrian Energy & Environment A.G.. Fasilitas tersebut bisa menghasilkan listrik sebesar 270 million kWh pertahunnya atau cukup untuk 90.000 rumah.

Pembangkit yang berkapasitas 38MW tersebut merupakan solusi yang tepat untuk masalah lingkungan di Belanda. Mengatur dan mengolah sampah tersebut membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Dengan kebutuhan bahan baku 440.000 ton kotoran ayam setiap tahunnya, maka setidaknya telah mengurangi sepertiga dari jumlah total kotoran ayam yang dihasilkan.

Tidak berbeda jauh dengan negara-negara di Eropa, kotoran berbagai jenis binatang bisa membahayakan lingkungan. Belanda menghasilkan 1,2 juta ton kotoran ayam setiap tahunnya. Hingga kini, sebanyak 800.000 ton diproses dengan biaya tinggi. Pembangkit listrik yang digunakan menghasilkan abu sisa pembakaran yang mengandung fosfor dan kalium yang sangat untuk pupuk.

Minggu, 07 September 2008

Monitor 0 watt

Sering kali ketika kita keluar untuk sementara waktu kita sering membuat komputer kita dalam modus stand by atau cuma sekedar membuat kopi tetapi auto stand by dalam keadaan aktif. Sebenarnya dalam keadaan tersebut, listrik anda tetap terpakai walaupun watt yang digunakan lebih kecil.

Fujitsu Siemens merupakan salah satu produsen ternama, terutama untuk inovasi yang dilakukannya. Khususnya pada efisiensi penggunaan catu daya. Fujitsu Siemens mengembangkan monitor yang sama sekali tidak membutuhkan catu daya saat monitor dalam keadaan idle. Hal ini dapat mengurangi konsumsi daya, sehingga berdampak pada efisiensi biaya.

Teknik yang digunakan intinya pada penggunaan switching yang baru pada circuit power. Switching relay baru inilah yang memungkinkan mode idle atau stand by tidak memerlukan catu daya sama sekali

Sebagai informasi saja, monitor yang beredar di pasaran saat ini jika kita mensetnya ke dalam mode stand by, listrik yang dikonsumsi sekitar 3-5 watt.

Rencananya monitor yang disebut "zero-watt monitor" ini akan mulai diluncurkan ke pasar pada pertengahan 2008 mendatang. Dengar-dengar, harga monitor ini tidak jauh berbeda dengan harga monitor sekarang yang sudah tersedia.